STRUGGLE - DINAMIC - EQUALITY - EGALITARY - SOCIAL - RELIGY - WELFARE - LEARN - ECONOMIC - USEFUL

Jumat, November 30, 2007

Post Power Syndrome vs Rutinitas

Mungkin saya sedang berada dalam posisi ini, karena ketika ada di Jakarta peran dan kemampuan yang dulu pernah dijalankan selama di daerah dengan berbagai trik & kreativitas, idealisme bisa berbuat baik itu untuk diri sendiri, keluarga, warga. Kita bisa bekerja sambil belajar, sambil bersosialisasi dengan rekan, dengan tetangga maupun orang-orang di sekitar kita tanpa formalitas asal karya kita dihargai walau akhirnya idealisme ini runtuh karena penghargaan hasil kreasi dan karya kita tidak lagi dihargai dengan semestinya.

Kemudian kita bisa ikut berperan dan membantu masyarakat sekitar kita apakah itu pengajian bapak-bapak, pengajian ibu-ibu, pengajian remaja, pengajian anak-anak, ikut serta dalam karang taruna dan pertemuan warga RT, kampung, ngeronda, dan juga kegiatan plesiran, kerja bakti sambil menjalin keeratan persahabatan dengan kawan-kawan sejawat di pecinta alamnya.

Semua peran itu seolah hilang dengan bergantinya waktu dan berubahnya jaman yang hingar bingar, apakah karena kurang diakomodirnya kita dengan orang tua, perubahan pola hidup, perubahan status, pekerjaan yang akhirnya membawa sayapun untuk ikut lari dari semua itu dan ingin mengembangkan potensi lain yang mungkin bisa kita berikan pada komunitas lainnya.

Tapi tak seindah yang diharapkan rasa persaudaraan, rasa kebersamaan, idealisme semua seolah telah hilang dari komunitas yang sangat heterogen di lingkungan kerja dan kost-2an. Suatu saat kita dihargai, tapi suatu saatpun kita bisa dicampakkan tanpa melihat seberapa besar apa yang pernah kita berikan dengan dedikasi dan kejujuran digantikan oleh kepentingan-kepentingan yang dikendalikan oleh sistem yang busuk di sekitar kita. Sifat individualis, mau menangnya sendiri, cuek dengan keadaan, kompetisi yg tidak fair, acak-acakan, srobot-srobotan, jilat kanan jilat kiri, menyalahkah orang lain, seolah semua itu menjadi sesuatu yang bisa diantara rekan kita kerja ataupun masyarakat kota yang sangat heterogen kepentingannya.

Dan rutinitas kerja, hidup bangun pagi sholat subuh, ngaji, tidur lagi karena kurangnya ruang gerak di sekitar, mandi, masuk kerja, telpon sana telpon sini, kerja rutinitas sehari-hari, istirahat makan siang, kerja lagi, sore pulang nongkrong di tetangga kanan kiri, lelah capek mulai mencari tempat untuk melepaskan lelah yang semua itu sepertinya tidak ada kesan yang mendalam dari peran yang kita berikan kecuali peran kita itu dihargai dengan sedikit / banyak materi yang diperoleh saja

Rutinitas dan pekerjaan telah merenggut peran-peran sosial kemasyarakatan dan kreativitas orisinil dari diri digantikan dengan kreativitas semu yang ditujukan untuk suatu kepentingan yang akhirnya berujung pada komersialisasi diri.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda