KRISIS GLOBAL
Kejadian ini sebenarnya sudah diprediksikan setahun yang lalu ketika terjadi Supreme Mortege (kredit perumahan) di Amerika sana, beberapa ahli juga sudah mengindikasikan adanya perlambatan ekonomi dunia di beberapa belahan dunia. Dampak dari krisis di suatu negara akan mengakibatkan dampak juga dinegara lainnya dengan sistem yg global ini menyatu. Ketika Amerika melambat otomatis juga ekspor seperti China, Jepang, Eropa ke negeri itu tertahan dan tentu akibatnya industri di negeri-negeri itu mandek juga. Kemudian terjadi penarikan dana dollar besar-besaran oleh negeri Paman SAM itu dalam rangkat perbaikan ekonominya yg tentunya mengakibatkan kepanikan di pasar valas dan saham.
Kalau kita lihat kemarin reaksi dari Kabinet kita termasuk terlambat, ketika bencana itu muncul baru dilakukan langkah-langkah antisipasi, pasar saham dan valas kita juga ikut terimbas, karena permintaan dollar tinggi tentu saja nilai kursnya meningkat, didukung lagi dengan para spekulan-spekulan yg ikut bermain yang menambah kacaunya pasar keuangan sehingga beberapa kali pasar saham suspen. Di akhir tahun dan awal tahun depan banyak perusahaan-perusahaan yg hutang dalam bentuk dollarnya akan jatuh tempo contohnya BUMI perusahaan Bakrie Brother's yang sahamnya terkoreksi cukup tajam dan saat ini perusahaan tersebut sudah beralih tangan ke MNC lain yg memanfaatkan kekacauan Pasar Keuangan ini.
Inilah dampak dari Liberalisasi Pasar yang diagung-agungkan pemerintah kita yang Pro, tidak mau mengaca dari krisis keuangan 1998 kemarin. Ketika sudah ada indikasi tahun kemarin seharusnya pemerintah sudah ancang-ancang utk menerapkan skenario utk menghadapinya.
Dari obrolan teman-teman di kawasan Solopun juga terimbas ekspor mebel dan tekstil juga terhenti shingga dampak lebih jauhnya terjadi PHK yang tidak diinginkan.
Tampaknya kekuatan ekonomi lokal yg basisnya para UKM yg lebih tahan terhadap krisis yg seharusnya terus didukung dan dorong agar terus berkembang. Pasar lokal antara pulau harus digalakkan agar terjadi pertukaran produk sehingga saling menghidupi satu daerah dengan daerah lainnya. Pemakaian produk nasional seperti trendnya baju batik belakangan ini dirasa cukup menggembirakan, dan tentunya produk-produk daerah lainnya seperti Sapi di Nusa Tenggara yang dulu menjadi sentra pemasok daging nasional perlu didukung, tidak malahan menggalakkan impor sapi dari Australia, kemudian sektor manufaktur semacam di Daerah Ceper Klaten dengan industri logamnya perlu dikembangkan untuk memproduksi mesin-mesin pabrik daripada harus mengimpor ke Eropa atau Amerika yang menghabiskan devisa dan harus berhutang.
Penguatan-penguatan industri daerah ini perlu dicontoh dari Jepang dengan program One Village One Product.